Persetan Keberagaman, Cukup Satu Macam!

OSPEK FAKULTAS BRADANAYA.jpg

Apakah pelangi indah karena ia memperlihatkan tujuh warna tampak secara serasi? Lihat saja! Keserasiannya hanya sebentar, setelah itu hilang ditelan terik matahari.

Dunia ini terlalu angkuh untuk orang-orang yang berbeda, mereka bak penyandang disabilitas tanpa satupun lirikan untuk niat mulia, alih-alih malah menuntut sana dan sini.

Negeri ini aku ingin tuk seperti Tanah Air Beta, tanah air yang suci tanpa ada penindasan, dengan bahasa tanpa kebohongan, dan dengan semangat yang gandrung akan keadilan.

Tapi aku disini, di negeri yang mayoritas akan mendapatkan kemenangan sedangkan minoritas harus mengalah, atau bisa juga terpaksa mengalah. Si x setel ceramah ibadah x dengan pengeras suara. Ah, Sudah biasa, namanya juga dakwah! Si y setel y turun kejalan, berbagi kebajikan. Si x berkoar, “ Awas Y-isasi!.”

Dunia ini juga tak ramah untuk pemikir, hidup di negeri ini juga tak butuh otak yang terbuka. Cukup tutup saja, dan sembunyikan! Atau jika tidak kamu akan berakhir seperti pendahulu yang berperang mengorbankan nyawa puluhan ribu manusia hanya karena sebuah keberagaman ideologi.

Sekali saja kamu tampak berbeda, maka bersiaplah untuk diseragamkan oleh aktivis yang mengatasnamakan, apa ya. Dasar perfeksionis! semua harus diseragamkan, hahaha, seperti murid sd saja yang pikirannya telah didoktrin dan digunting-gunting oleh pengajar tanpa toleransi.

Kompak itu apakah harus sama? Ada yang lebih indah dibanding pelangi, yakni mawar merah di padang merah dalam sorotan bulan bercahaya merah. Keberagaman itu persetan, Warna putih dalam hitam hanya akan menjadikan putih nampak wibawa. Warna hitam dalam putih alih-alih menjadikan hitam tampak gagah, namun yang ada malah ia tampak seperti noda – noda yang harus dibersihkan. Selalu ada yang tampak diuntungkan atau hanya memang pendapat dari golongan yang merasa tertindas bukan karena memang tertindas.

Ini harus dihentikan kawan, kita telah membunuh pancasila secara perlahan. Kita telah mempercundangi Bhineka Tunggal Ika. Persetan dengan keragaman itu, cukup satu macam saja. Cukup satu saja, dan dialah Toleransi.

Toleransi tak perlu diperjuangkan, karena ia akan timbul sendirinya dari dalam diri manusia yang mulia. Ia juga tak terbatas, selalu ada ruang untuknya bersandar.

Tak perlu jauh-jauh belajar sastra untuk memahami toleransi, juga tak perlu repot-repot belajar sejarah untuk mengetahui apa yang toleransi sumbangkan pada sebuah perabadan, apalagi memaksakan diri untuk bergabung dalam nama fakultas ilmu budaya hanya untuk menjadi manusia yang berbudaya luhur. Tidak perlu, tidak perlu repot-repot!

Cukup pergilah ke perpustakaan. Lihat, dalam satu atap yang sama, jelas ada pembagian disana, namun adakah pengkotak-kotak an? Di perpustakaan lah tempat dimana manusia luhur bersatu dalam kesadaran toleransi, tidak ada satupun yang mengatakan, “ kamu pecinta komik, pergi! Ini sudah bukan ranah kamu untuk mengeluarkan komik.”

Juga tidak pernah terdengar kata, “ saya tidak suka novel, lebih baik puisi saja. “ yang kemudian terjadi perdebatan kusir mengenai keduanya dengan kedua pihak yang tak ingin mengalah.

Tapi apakah keberagaman itu nyata? Pelangi saja hanya indah untuk waktu yang sebentar untuk kemudian dihapuskan terik matahari. Persetan dengan itu, keberagaman hanya omong kosong, yang lantas tak membuatnya tanpa makna, namun punya potensi untuk berkembang dari sebuah kemurnian. Toleransi.

Tinggalkan komentar